Perjuangan 1 Tahun Menyusui Raisa

Waktu itu malam hari sekitar jam 9, Mama merasakan kamu bergerak-gerak terus di dalam perut Mama seolah tidak sabar mau keluar. Namun Mama tetap tenang dan mengusap kamu sambil berbisik, "Sabar, ya, De.. Sebentar lagi." Lalu Mama pergi tidur dan menganggap gerakan-gerakan itu sama saja dengan gerakan sebelumnya yang sering muncul.

Tanda-tanda Akan Melahirkan



Mama dibangunkan oleh adzan awal sekitar jam setengah 3 dini hari, mungkin karena Mama baru satu bulan menempati rumah ini jadinya Mama selalu bangun setiap kali adzan awal berkumandang. Saat itu Mama merasakan ada semacam cairan keluar mengucur, Mama pikir itu wajar karena biasanya wanita yang sedang hamil kurang bisa menahan pipis lama-lama. Tapi setelah Mama ke WC dan Mama lihat warnanya bening, Mama yakin sekali itu bukan air kencing. Kemudian Mama langsung menelpon Bidan Pia, yang telah membantu nenekmu melahirkan dua kali dan ditunjuk untuk memantau kehamilan Mama sedari awal. Ibu Bidan memberi tahu Mama kalau persalinan itu bisa maju lebih awal dari perkiraan lahir, sehingga bisa disimpulkan cairan itu adalah air ketuban yang menandakan kamu akan segera lahir ke dunia.

Saat itu Mama sangat gelisah, bagaimana caranya memberitahu Papamu, Mama gak tega bangunin dia karena kalau dibangunin dia selalu bicara ngelantur, tapi karena cemas terpaksa Mama bangunkan. Untungnya Papa langsung paham dan menyuruh Mama segera minta bantuan sepupu Mama, Risman supaya menjemput pakai mobil karena waktu itu Papa agak takut kalau Mama naik motor. Setibanya di Bidan Pia, kira-kira sekitar jam 4 dini hari, Mama melihat Asisten Bidan sedang mengurus bayi laki-laki yang sepertinya baru lahir. 

Setelah diperiksa oleh Ibu Bidan, Mama diminta menunggu di dalam kamar dan diberi antibiotik. Entah kenapa kamarnya itu terkesan suram, pencahayaan lampu kuning, hanya diberi pemisah kaca buram dari kamar yang satu dengan yang lain. Sama-samar Mama mendengar sebuah suara yang Mama kenal di ruangan sebelah, dan ketika Mama lihat, ternyata dia adalah Rima teman Mama saat SMP yang kebetulan baru saja melahirkan tadi malam. Anaknya laki-laki. 

Bukannya kegelisahan berkurang, malah bertambah karena Rima nakut-nakutin Mama, "Rasanya melahirkan itu kayak hidup dan mati!" Yah dia emang orangnya suka mendramatisir sih hehehe.

Pindah Bidan


Sampai jam 6 pagi, Mama agak heran, padahal sudah pecah ketuban duluan tapi anehnya gak ada tanda-tanda kamu mau keluar. Padahal Ibu Bidan sudah bilang kalau sampai jam 8 belum ada tanda-tanda keluar juga Mama harus dirujuk. Papamu juga keliatannya panik, karena saat Mama sedang mengobrol dengan Rima, Ibu Bidan bicara ke Papa bahwa persalinan Mama akan dirujuk ke RS Jasa Kartini. Tapi walaupun Mama masih gelisah, Mama gak langsung menuruti harus ke RS itu yang terkenal mahal biaya persalinannya, Mama diam-diam berkompromi dengan ibunya Mama untuk pindah ke bidan lain.

Kira-kira satu bulan sebelum Mama melahirkan, ibunya Risman sempat menjenguk Mama yang baru saja menempati rumah kontrakan. Katanya jika suatu saat bidan yang Mama kunjungi tidak menyanggupi dan malah memberi rujukan ke RS, masih ada alternatif lain yaitu Bidan Herbal Iis Khoerikmah yang juga dikenal Rumah Sehat Naafillah, karena selain melayani persalinan, disana juga menjalankan terapi pengobatan penyakit berat. Tanpa pikir panjang Mama sekeluarga langsung berangkat ke bidan itu yang berada di daerah Paseh. 

Kalau dipikir-pikir sebenarnya Mama menyesal kenapa dulu malah berkonsultasi ke Bidan Pia, cuma karena dia pernah membantu ibunya Papa melahirkan dua kali tapi ujung-ujungnya malah memberi rujukan ke rumah sakit.

Alasan Mama ingin pindah bidan:

1. Sebagian besar wanita melahirkan di rumah sakit berakhir dengan cara operasi sesar, hanya sebagian kecil saja yang melahirkan normal. Apalagi untuk sekelas RS mewah Jasa Kartini, sudah pasti terjawab endingnya bagaimana. 
2. Kadang bidan-bidan yang tidak mau repot tinggal memberi rujukan ke RS, dan dapet pemasukan gede dari persalinan operasi sesar. 
3. Mama pernah baca artikel di internet bahwa si bayi punya waktu 24 jam setelah pecah ketuban. Untuk kasus Mama, pecah ketuban jam 02.30 dini hari tapi Bidan Pia bilang kalau jam 8 pagi belum ada tanda-tanda keluar harus segera ditindak. Inilah yang membuat Mama jadi mantap pindah ke bidan lain. 

Sesampainya di Bidan Iis, Mama diperiksa dan katanya sudah pembukaan tujuh. Berarti tinggal menunggu. Tapi kita juga tetap mengusahakan yang terbaik.



Disini kamarnya lebih nyaman, terlihat lebih bersih dan terawat, gaya minimalis, cat dinding biru-pink. Apalagi Ibu Bidan Iis mendukung Mama untuk melahirkan secara normal, jadilah Mama merasa pindah bidan adalah keputusan yang tepat. Bidan Iis juga mengatakan bahwa perkiraan bidan sebelumnya tidak menyanggupi bisa jadi karena tulang panggul Mama yang sempit untuk bobot kamu yang besar. Tapi Bidan Iis bilang jangan putus asa sebelum mencoba karena sesulit apa pun masih bisa diusahakan secara normal. 

Mama dikasih menu makanan herbal yang sebenarnya kurang suka, tapi namanya juga menyehatkan jadi tetap Mama paksakan. Terus Mama menjalani terapi bekam untuk diambil  darah kotor, katanya supaya tubuh lebih ringan saat mengejan, dan supaya ASI mudah keluar. Jam 7 malam selesai menjalani terapi sengat lebah, Mama merasakan sakit yang hebat, saat itulah Mama merasa waktunya bertemu denganmu semakin dekat. 

Mama menahan sakit dari jam 7 malam sampai jam 3 dini hari berikutnya, rasanya benar-benar jenuh berada disana. Mama melihat Papamu dan ibunya menangis karena melihat Mama kesakitan, Mama sudah muntah-muntah karena stress. Tapi entah kenapa, saat Asisten Bidan bilang sudah keliatan kepalamu dengan rambut hitam, Mama sangat yakin bisa segera pulang. Gak inget sama orderan, gak inget sama cucian numpuk di rumah. Ternyata memang benar ya, cuma mengejan tiga kali aja Ibu Bidan langsung bilang, "Selamat Ibu, anaknya perempuan." dan Mama langsung memejamkan mata sambil menghela napas lega. 


Ibu bidan menaruh kamu di atas dada Mama, katanya supaya kamu mencari-cari puting Mama. Saat itu Mama hanya bisa memegang tangan kamu dengan jari-jarimu yang lentik, kuku-kukumu bagus, kamu pasti cantik setelah besar nanti. 

Ibu bidan dan asistennya membersihkan kamu dan tubuh Mama, kemudian membawa kamu untuk ditimbang dulu. Setelah berganti pakaian, Mama diajari caranya menyusui. Mama memang belum tau apa-apa soal menyusui jadi Mama menurut saja. Puting payudara Mama yang kiri lebih kecil dari yang kanan, tapi kamu tidak menolak dan mau saja menyusu. 

Di awal-awal menyusui, Mama merasakan aliran darah nifas yang keluar semakin banyak. Memang katanya dengan menyusui dapat membantu rahim kembali ke bentuk asal. Air susu Mama gak langsung keluar banyak, selama tiga hari pertama masih sedikit-sedikit, tapi hari-hari berikutnya air susu jadi melimpah. Mama bahkan harus memompa dan menyimpan ASI di kulkas karena gak ketampung oleh kamu. 

Satu bulan kemudian, Mama mulai merasakan sindrom baby blues, Mama selalu menangis dan tidak keluar kamar seharian. Sindrom ini biasanya terjadi pada ibu-ibu yang baru punya anak dan tidak mendapat bantuan dalam mengasuh anaknya, ditambah lagi kewalahan dengan tugas-tugas rumah yang dikerjakan sendiri. Karena tertekan tak kunjung mendapatkan pembantu, Mama akhirnya menitipkan kamu di rumah ibunya Papa, yang kamu panggil Nenek. 

Itu adalah keputusan Mama yang salah karena saat itu Mama lebih memilih bekerja. Mama tidak tahan melihat rumah yang berantakan. Gara-gara kita dipisahkan oleh jarak, Mama semakin jarang menyusui kamu karena saat itu kamu diberi susu formula. Pantaslah kalau akhirnya air susu Mama semakin sedikit, kamu semakin keenakan diberi sufor dengan dot. Banyak orang berspekulasi bahwa air susu Mama berkurang gara-gara salah pil KB. Padahal sebenarnya Mama lebih yakin penyebab air susu berkurang itu akibat tidak disusukan.



Mama pun kembali diliputi kegalauan, Mama ingin kamu kembali di rumah ini, tinggal bersama Mama lagi sekalipun itu akan membuat pekerjaan Mama terbengkalai. Akhirnya Papa setuju untuk membawamu kembali. Saat itu Mama mulai bergabung grup facebook Asosiasi Ibu Menyusui, banyak pelajaran berharga yang Mama dapat. Termasuk seputar relaktasi. 

Relaktasi adalah istilah untuk ibu yang ingin kembali menyusui setelah berhari-hari, berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan berhenti. Mumpung masih terlambat Mama pun berusaha relaktasi agar kamu bisa menyusu ke Mama lagi. Memang pada saat itu adalah masa-masa yang penuh dengan perjuangan, karena orang tuanya Papa ataupun orang tua Mama selalu menyalahkan air susu Mama setiap kali kamu sakit. Padahal sudah jelas ASI adalah yang terbaik dibandingkan sufor merk mana pun. 

Saat kamu berusia 3 bulan, kamu berhasil lepas dari sufor dan kembali lagi menyusu ke Mama. Namun saat kamu tumbuh besar, kira-kira saat usia 6 bulan, kamu mulai menolak payudara kiri yang putingnya kecil dan selalu ingin menyusu di sebelah kanan. Jadilah sekarang ukuran kedua payudara Mama gak sama rata, karena yang sering memproduksi ASI ukurannya bertambah besar.



Sekarang Mama sudah dapat pembantu, namanya Bi Imin dan dia mengasuh kamu seperti anaknya sendiri. Karena sudah mulai masuk makanan, frekuensi menyusu semakin jarang, produksi ASI pun berkurang karena menyesuaikan dengan kebutuhan kamu. Cuman, Mama sekarang jadi gak bisa menyimpan stock ASI banyak-banyak di dalam kulkas seperti dulu. Akhirnya terpaksa kamu diberi sufor ketika sedang bersama Bi Imin, dan kembali menyusu ke Mama saat malam hari. Gak terasa usiamu sudah 1 tahun, dan Mama akan terus menyusui sampai kamu 2 tahun, bahkan lebih jika memang kamu membutuhkan. Gak apa-apalah gak full ASI, yang penting selama Mama masih mampu, Mama akan tetap menyusui. 

Posting Komentar

0 Komentar